Tentu kita semuanya tidak asing lagi dengan bersafar. Kira-kira apa saja yang kita pikirkan atau siapkan sebelum bersafar? Paling tidak ada tiga hal penting: Pertama, kita harus menyiapkan bekal yang kita perlukan untuk perjalanan nanti seperti uang, makanan, minuman, pakaian dan lainnya; Kedua, sarana atau kendaraan yang kita naiki yang akan mengantar kita sampai tujuan. Tanpa kendaraan kita hanya akan diam ditempat. Yang ketiga, yang tidak kalah pentingnya adalah pedoman atau petunjuk yang akan membimbing kita untuk sampai pada tujuan. Percuma kita memiliki bekal yang cukup dan kendaraan yang bagus tetapi kita tidak tahu arah yang akan kita tuju.
Hidup di dunia ini tak ubahnya adalah sebuah safar atau pengembaraan. Maka hidup di dunia ini juga memerlukan tiga hal utama diatas. Sebagian manusia ”sukses” dalam menempuh perjalanannya sehingga mengantarkannya kepada kesuksesan dunia dan akhirat. Di lain pihak, banyak juga manusia yang “gagal” dalam perjalanannya sehingga rugi dunia dan akhirat. Sukses atau tidaknya seseorang mengarungi samudera kehidupan ini tidak terlepas dari tiga hal penting diatas. Lalu, apa itu sebenarnya bekal, sarana dan pedoman untuk sukses dalam kehidupan ini?
Pertama, bekal. Tidak diragukan bahwa hidup di dunia ini memerlukan bekal baik berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan lainnya. Namun, perlu diketahui bahwa sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah KETAQWAAN. Kenapa ketaqwaan begitu penting? Tidak lain karena dengan taqwa manusia mengetahui hakekat dan tujuan hidupnya. Ketaqwaanlah yang akan mendorong manusia untuk melakukan kebaikan dan mencegah dirinya dari keburukan. Tanpa ketaqwaanlah seseorang akan mudah terjerumus pada hal-hal yang dapat membinasakan baik di dunia maupun diakhirat. Allah berfirman,
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ
”Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS Al Baqarah: 197)
Kedua, sarana atau kendaraan. Tentu untuk menuju kesuksesankita butuh sarana atau kendaraan. Kira-kira apa sarana yang kita butuhkan? Apakah kepandaian, kekayaan, gelar, kedudukan atau yang lainnya? Tidak dipungkiri apa-apa yang telah disebutkan tadi penting untuk dijadikan “sarana” menuju kesusksesan. Tetapi ada yang tidak kalah penting. Apa itu? MOTIVASI/AMBISI. Seseorang harus memiliki motivasi/ambisi (himmah) yang tinggi untuk mencapai kesuksesan hidup. Ambisi yang akan menggerakkan badannya dengan amal yang nyata untuk menempuh jalan-jalan kesuksesan. Berapa banyak orang yang kepandaian dan keadaannya pas-pasan tetapi karena memiliki motivasi yang kuat akhirnya dia sukses. Karenanya sahabat Umar radhiyallahu anhu pernah berkata,
لا تصغُرنَّ همَّتُكم؛ فإني لم أرَ أقعدَ عن المكرُمات من صغر الهِمَم
“Janganlah mengecilkan himmah (ambisi) kalian, sesungguhnya saya tidak pernah melihat sesuatu yang lebih menghalangi dari kemulian-kemuliaan melebihi kecilnya ambisi.”
Ambisi atau motivasilah yang menggerakkan manusia dalam kehidupan ini. Ibaratnya ia adalah kendaraan, kendaraan yang akan menghantarkan manusia pada apa yang dituju. Jika ambisi dan motivasi kehidupan seseorang benar, maka ia akan selalu tergerak dalam kebaikan dan kebenaran sampai penghujung kehidupannya. Sebaliknya, jika ambisi dan motivasi kehidupannya salah maka ia akan selalu terseret pada penyimpangan hingga akhir kehidupannya.
Berikut ini sebuah kisah menarik yang menggugah kita semua untuk memiliki ambisi yang tinggi. Kisah ini menceritakan tentang 4 orang pemuda yang berbincang tentang ambisi mereka. Keempat pemuda tersebut ialah Abdullah bin Umar, Abdulmalik bin Marwan, dua anak Zubair bin Awwam –semoga Allah meridhoi dan merahmati mereka-. Diriwayatkan bahwa suatu ketika Abdullah bin Umar, Urwah bin Zubair, Mush’ab bin Zubair dan Abdulmalik bin Marwan berkumpul di pelataran Ka’bah. Mush’ab berkata pada mereka: Sebutkan cita-cita kalian! Lalu mereka menjawabnya: Mulailah dari kamu! Dia (Mush’ab) berkata: (Saya bercita-cita dapat menguasai) wilayah ‘Iraq dan menikahi Sukainah binti Husain dan ‘Aisyah binti Thalhah. Maka ia pun meraihnya. Urwah bercita-cita dapat menguasai fikih dan diambil darinya hadits (menjadi rujukan). Ia pun meraih hal tersebut. Abdulmalik bin Marwan bercita-cita untuk mejadi khalifah. Ia pun meraih hal tersebut. Abdullah bin Umar bercita-cita (masuk) surga.”
Subhaanallah! Demikianlah kisah empat pemuda yang memiliki ambisi yang tinggi. Tiga pemuda yang diawal telah mendapatkan apa yang mereka cita-citakan. Adapun yang terakhir (Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma) kita berharap dia dapat meraih apa yang ia cita-citakan karena dia adalah seorang sahabat yang paling mirip dan paling semangat meniru sunnah Rasulullah.
Hal ketiga, petunjuk atau pedoman yang akan membimbing kita untuk sampai pada tujuan. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, percuma kita memiliki bekal yang cukup dan kendaraan yang bagus tetapi kita tidak tahu arah yang akan kita tuju. Tanpa pedoman arah kita akan terombang-ambing di jalan dan kemungkinan besar tersesat. Lalu, apa itu pedoman yang kita butuhkan? Tidak lain adalah ILMU. Kita butuh ilmu yang akan membimbing kita di dunia ini dan mengantarkan kita ke akhirat. Orang yang berilmu akan memiliki arah yang jelas dalam menjalani hidupnya. Sebaliknya, orang yang tidak berilmu akan kehilangan arah dan terseret kemana arus kehidupan mengalir. Allah ta’ala berfirman,
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ
“Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar : 9)
Untuk itu marilah kita selalu mencari ilmu, baik itu ilmu duniawi yang bermanfaat dan terlebih lagi ilmu akhirat. Berapa banyak orang yang sibuk dengan dunia sehingga lalai dari belajar ilmu agama apalagi mengamalkannya. Kegelapan dan kebodohan pun menyelimuti dirinya sehingga tidak memiliki arah dalam kehidupan ini.
Sekian, semoga bermanfaat.
—
Abu Zakariya Sutrisno. Riyadh, 1/3/1436H.