Agama islam ini merupakan agama nasihat, sebagaimana dalam sabda Nabi :
(( اَلدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ ))
“Agama adalah nasihat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kata ad-dien yang dimaksud adalah agama islam. Maka pada edisi kali ini, kami akan membawakan satu hadist yang mana di dalamnya terdapat wasiat yang sangat berharga dari Rasulullah n sebagai pedoman hidup bagi umatnya. Jika seorang muslim berpegang teguh dengannya maka insya allah akan bahagia hidupnya di dunia maupun di akhirat.
Rasulullah n bersabda:
(( عَنْ أَبِيْ نَجِيْح العِرْبَاض بن سَارِيَة قَالَ: وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ مَوْعِظَةً وَجِلَتْ مِنْهَا القُلُوْبُ وَ ذَرِفَتْ مِنْهَا العُيُوْنُ فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلُ اللهِ كَأَنَّهَا مَوْعِظَة مُوَدَّع فَأَْوْصِنَا ,قَالَ: أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَ السَّمعْ وَ الطَّاعَة وَ إِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ فَإَنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرى اِخْتَلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَ سُنَّةِ الخُلـَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَ إِيَّاكُمْ وَ مُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ))
“ Dari sahabat Abu Najih Al-‘Irbadh bin Sariyah z, dia berkata : Rasulullah n pernah suatu waktu menasehati kami dengan sebuah nasihat yang dapat menggetarkan hati dan mengucurkan air mata, maka kami mengatakan: Wahai Nabi! Seakan-akan nasihat ini adalah nasihat perpisahan. Maka, wasiatkanlah kepada kami. Maka Nabi n menjawab: Saya wasiatkan kepada kalian untuk selalu bertakwa kepada Allah dan mendengar dan patuh(kepada pemimpin), walaupun yang memimpin kalian seorang budak. Dan sesungguhya orang-orang yang masih hidup diantara kalian setelah peninggalanku maka akan menemukan banyak perselisihan. Maka wajib bagi kalian untuk memegang sunnahku dan sunnah khulafa’ ar-rasyidin yang diberi petunjuk. Gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru. Sesungguhnya semua bid’ah itu sesat” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
FAIDAH DARI HADITS
Puluhan faidah yang bisa kita dapatkan dari hadits di atas. Tapi, kita akan membahas 3 faidah penting darinya agar kita bisa mengambil pelajaran dari hadits diatas dengan penuh makna.
- BERTAKWA
Satu kata yang sering kita dengar dan temui di dalam tulisan –tulisan para ulama. Tapi, apakah arti takwa tersebut? Para ulama menjelaskan arti takwa adalah seseorang membuat perlindungan antara dirinya dengan murka Allah l. Dengan cara melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Takwa merupakan wasiat yang terpenting dari wasiat-wasiat yang lain, karena takwa adalah sebab kebaikan di dunia dan di akhirat.
Allah l berfirman:
(( يَاأَيُّهـَا الَّذِيْنَ أَمَنُوا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَ لاَ تَـمُوْتُنَّ إِلاَّ وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ ))
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-sebenarnya takwa, dan janganlah kalian sekali-sekali meninggal kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Ali-Imran:102)
Allah l telah mewasiatkan perkara takwa ini kepada generasi awal dan akhir umat manusia melalui para nabi dan rasul-Nya. Sebagaimana firman Allah l:
(( وَ لَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِيْنَ أُتُوْا الكِتَابَ مِنْ قَبلكم و إياكم أن اتقوا الله ))
“Dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah.” (QS. An-Nisa’: 131)
Taqwa juga berarti: takut kepada Allah l, mengamalkan perintah-perintah-Nya, merasa cukup dengan apa yang telah ia dapatkan dari rezeki yang telah diberikan kepadanya dan mempersiapkan diri menghadapi Hari Akhir.
- TAAT KEPADA PEMERINTAH
Mendengar dan menaati pemerintah merupakan pokok aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Mengapa kata As-Sam’u dijadikan satu dengan kata At-Ta’at? Karena, para sahabat memahami bahwa sekedar mendengarkan sebuah perintah syariat tidaklah cukup bagi kita jika kita belum mematuhinya. Juga karena kesesuaian dua kata di atas. Bila kita diperintahkan untuk mematuhi sesuatu, pasti kita harus mendengar sesuatu yang dipatuhi itu terlebih dahulu sebelum kita bisa mematuhinya. Kedua hal tersebut ini sangatlah berat. Yang dengan mengerjakannya, akan nampak sebuah sifat pada diri seseorang yang menunjukkan bahwasanya ia termasuk orang-orang yang beriman secara hakiki. Allah l berfirman:
(( إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ المُؤْمِنِيْنَ إِذَا دُعُوْا إِلَى اللهِ وَ رَسُوْلِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُوْلُوْا سَمِعْنَا وَ أَطَعْنَا))
“Sesungguhnya perkataan orang-orang mukmin jika mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya untuk memutuskan perkara mereka, mereka hanya akan mengatakan kami mendengarnya dan kami menaatinya.” (An-Nur: 51)
Akan tetapi, mendengar dan mematuhi pemimpin adalah ketika perintah tersebut sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah, maka wajib bagi kita untuk mematuhi perintah tersebut. Akan tetapi, jika sebaliknya, perintah tersebut mengandung kemaksiatan kepada Allah maka boleh bagi kita untuk tidak mematuhinya. Tetapi, kita dilarang untuk memberontak meskipun pemimpin tersebut dhalim selama mereka masih muslim. Karena memberontak kepada seorang pemimpin hanya akan menimbulkan kerusakan terhadap rakyatnya. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t:
(( وَ لَعَلَّهُ لاَ يَكَادُ يُعْرَفُ طَائِفَةٌ خَرَجَتْ عَلَى ذِيْ سُلْطَانٍ إِلاَّ وَ كَانَ فِيْ خُرُوْجِهَا مِنَ الفَسَادِ أَكْثَر مِنَ الَّذِيْ فِيْ إِزَالَتِهِ ))
“Dan hampir tidak diketahui suatu kelompok memberontak atas seorang pemimpin kecuali dalam pemberontakan tersebut ada kerusakan yang lebih banyak daripada menghilangkan keburukan pemimpin.”
Adapun dalil atas ketaatan kepada makhluk hanya dalam ketaatan kepada Allah l adalah sabda rasulullah n:
((لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ الخَالِـقِ))
“Tidak ada ketataatan bagi makhluk dalam bermaksiat kepada Sang Pencipta” (HR. Bukhari)
- ISTIQOMAH DI ATAS SUNNAH
Inilah kunci kebahagiaan hidup seorang muslim yaitu dengan selalu berpegang teguh diatas sunnah yang dengannya dia bisa selamat dari apa-apa yang tidak diridhoi oleh Allah l. Nabi n memerintahkan kepada umatnya agar benar-benar berpegang teguh diatas sunnahnya dan sunnah Khulafa’ Ar-rasyidin g sampai-sampai beliau memisalkannya dengan menggigit dengan gigi geraham . Imam Malik t berkata:
((اَلسُّنَّةُ كَسَفِيْنَةِ نُوْح مَنْ رَكِبَهَا نَجَا وَ مَنْ تَخَـلَّفَ عَنْهَا هَلَكَ))
“Sunnah itu bagaikan kapal Nabi Nuh, siapa saja yang menaikinya maka akan selamat dan siapa saja yang tidak menaikinya maka akan binasa.”
Semoga yang sedikit ini bisa menjadikan kita sebagai masyarakat yang sukses di negeri kita dan semoga negeri kita ini selalu diberkahi oleh Allah, Amin. (redaksi)
*****
Penulis : Ustadz Hadid Saiful Islam (Pengajar Ma’had Imam Bukhari, Solo)
Artikel www.KajianSolo.com